Sumpah Pemuda di Tengah Arus Digitalisasi

 Sumpah Pemuda di Tengah Arus Digitalisasi

Kongres Pemuda II yang berlangsung 28 Oktober 1928 itu diperingati sebagai hari Sumpah Pemuda. Kongres yang mengikrarkan kebangsaan, kebahasaan dan persatuan dalam masyarakat nusantara yang majemuk. Indonesia belum ada sebagai negara, tapi sudah lahir sebagai identitas bangsa.

Setelah kongres yang khidmat itu berlangsung, hingga hari ini, kita masih terus berproses membentuk jati diri bangsa. Dalam proses itu kita ditempa dengan berbagai pergolakan yang berbentuk horizontal maupun vertikal, yang menghantam stabilitas negara dan dapat memicu terjadinya disintegrasi. Namun kita tetap bersatu hingga hari ini. Hal ini dimungkinkan, karena selain Sumpah Pemuda, kita bangsa Indonesia juga terikat dengan ideologi Pancasila dan asas Bhinneka Tunggal Ika. Betapa sempurnanya.

Kewaspadaan menghadapi kemungkinan terjadinya pergolakan itu terjadi di tengah arus globalisasi menuju era keterbukaan informasi. Globalisasi dimulai sejak peradaban manusia menemukan pengganti kuda gigit besi menjadi kuda besi bermesin. Tak hanya itu, peradaban manusia bahkan menginginkan kapal yang ada di air untuk memiliki sayap dan terbang di angkasa. Manusia bergerak, berpindah dari satu tempat menuju tempat yang lain, dengan perkembangan transportasi darat, laut, hingga udara. Satu lini peradaban tersebut disempurnakan dengan perkembangan informasi dan telekomunikasi, yang menghubungkan manusia di masing-masing tempat tersebut dalam suatu ruang; dari jurnalistik, telepon dan seluler, hingga suatu dunia yang kini kita sebut dunia maya. Semua peradaban ini dimungkinkan dengan adanya digitalisasi.

Spirit Sumpah Pemuda sebagai Peneguh Persatuan

Secara hakikat, pergolakan terjadi karena adanya pertentangan ideologi dan kepentingan. Sumpah Pemuda sebagai sebuah spirit (Baca: ruh, jiwa dan semangat) dapat meredam berbagai bentuk pergolakan, yang niscaya — akan terus menyadarkan generasi muda dan penerus — sebagai satu bangsa dan satu bahasa, di tengah ideologi dan kepentingan masing-masing pihak.

Spirit Sumpah Pemuda dapat diimplementasikan dalam berbagai karya anak bangsa di tengah arus digitalisasi informasi dan telekomunikasi. Buah pemicu pergolakan berupa hoax dan ujaran kebencian, dapat diredam dengan adanya narasi persatuan dan perdamaian. Hal ini terlihat sederhana, namun ternyata membutuhkan pengorbanan yang cukup sakral: menghilangkan ego diri. Semua ini dapat kita mulai dari diri sendiri.

Arus digitalisasi membuat persebaran informasi menjadi lebih cepat. Untuk membuat tulisan ini dan mempublikasikannya, saya hanya butuh waktu beberapa menit untuk mengetik dan sinyal yang terkoneksi dengan gawai. Apalagi jika berbentuk caption ataupun berbagi link berita secara provokatif; tidak membutuhkan laman resmi, hanya sebuah grup WhatsApp berisi golongan tertentu. Tetapi saya tak ingin menjadi begitu. Saya ingin mewujudkan spirit Sumpah Pemuda dalam wujud pemikiran dan aksi nyata: Hadir Kerja untuk Rakyat.

Spirit Sumpah Pemuda adalah penyelamat dan harapan. Spirit itu ada di dalam diri kita. Jangan biarkan ia padam.

Facebook Comments
Komentar Facebook