Yuk Kita Telaah Relevansi DPD RI

 Yuk Kita Telaah Relevansi DPD RI

Tanggal 16 Oktober diperingati sebagai hari parlemen di Indonesia. Pemilihan tanggal 16 Oktober ini berawal dari sejarah dimana Bung hatta mengeluarkan maklumat X pada 16 Oktober 1945. Maklumat ini mengubah tugas Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dari pembantu presiden menjadi setara dengan presiden dalam menyusun Undang-undang.

Saat ini hari parlemen adalah momentum bagi kita untuk mengevaluasi kinerja parlemen. Untuk menilai apakah sudah sesuai dengan tujuan dibentuknya parlemen yakni menyuarakan aspirasi dan kepentingan rakyat, membuat undang-undang serta mengawasi pemerintah ataukah belum.

Sebagai bagian dari parlemen Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) telah berumur 17 tahun pada 1 Oktober 2021 kemarin. DPD RI lahir sebagai bagian dari sistem bikameral yang bertujuan untuk menciptakan check and balances dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Tujuan adanya dua kamar ini diharapkan dapat terjadinya dua kontrol dalam setiap kebijakan yang diambil. Sehingga dengan begitu setiap kebijakan yang diambil adalah benar-benar berdampak positif bagi negara dan bangsa.

Kenapa perlunya dua kontrol dalam setiap kebijakan? Meskipun dipilih langsung oleh rakyat namun ketika berada dalam lembaga DPR RI setiap anggota memiliki keterikatan dengan partai politik pengusung. Dengan kondisi demikian mereka boleh jadi akan lebih memperjuangkan kepentingan partai dibandingkan untuk memperjuangkan kepentingan daerah. Dalam rangka itulah DPD RI hadir untuk memastikan kepentingan daerah terus diperjuangkan di tingkat nasional

Namun, harapan akan kiprah DPD menjadi lembaga penyeimbang bagi DPR RI saat ini masih jauh panggang dari api. Sejak DPD dibentuk, kewenangan DPD RI terlihat sangat terbatas. UUD 1945 pasal 22D.8 secara jelas membatasi kewenangan DPD RI. DPD RI hanya memiliki kewenangan untuk mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) kepada DPR RI. Itupun hanya terbatas dengan hal-hal yang berkaitan dengan otonomi daerah dan hubungan antara pusat dan daerah. Tentu saja kenyataan ini sangat berbeda dengan cita-cita awal lembaga ini dibentuk sebagai wadah check and balances di lembaga legislatif.

Kondisi DPD RI ini jauh berbeda dengan negara lain yang juga menganut bikameral namun dengan kewenangan yang lebih kuat. Konstitusi Amerika Serikat misalnya mengatur kewenangan Senat dan House of Representatif yang sama-sama kuat. Dalam membuat undang-undang, pemerintah harus mendapatkan persetujuan dari kedua house secara sendiri-sendiri untuk kemudian disahkan oleh presiden.

Posisi DPD RI saat ini tidak terlihat sebagai sebuah lembaga legislatif murni. DPD RI hanya berfungsi sebagai penunjang (auxialary agency) bagi DPR RI terutama dalam pemberi pertimbangan terkait dengan otonomi daerah serta perimbangan kekuasaan pusat dan daerah. Dalam proses pembuatan UU, DPD RI tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan atau dalam proses pengambilan keputusan.

Dengan kewenangan yang selemah itu tidak heran sejak DPD RI lahir hingga tahun 2020 dari 104 RUU inisiatif DPD RI tidak ada satupun RUU itu yang ditetapkan menjadi UU oleh DPRRI dan pemerintah. Padahal secara kualitas dan kebutuhan negara, banyak RUU tersebut yang sangat bagus dan mendesak untuk ditetapkan.

RUU Negara kepulauan misalnya bersifat mendesak karena selama ini belum ada UU yang khusus mengatur itu. Daerah kepulauan selama ini begitu tertinggal dalam pembangunan sehingga membutuhkan anggaran yang lebih besar untuk pemerataan. Begitu juga dengan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang merupakan landasan hukum sangat komprehensif dalam penanganan kasus kekerasan seksual terutama yang berpihak pada korban.

Dengan kondisi itu, DPD RI terlihat sebagai lembaga yang menjadi etalase politik elit-elit politik dari daerah semata ketimbang menjadi sebuah lembaga politik yang mampu memperjuangkan aspirasi daerah dengan gagah dan terhormat bersama DPR RI.

Kondisi ini sangat jauh dari harapan kita semua dan hanya ada dua pilihan bagi DPD RI untuk memperbaiki keadaan. Pertama, melakukan amandemen konstitusi untuk memperkuat kewenangan DPD RI. Bila selama ini DPD RI hanya dilibatkan dalam mengusulkan dan membahas usulan RUU tanpa berhak turut serta dalam pengesahan, maka amandemen konstitusi seharusnya memberikan DPD RI kewenangan untuk turut serta dalam semua proses pembentukan UU.

Dengan memberikan kewenangan legislasi yang setara dengan DPR RI maka DPD RI bisa memainkan peranannya untuk menjaga check and balances di tengah oligarki politik yang terjadi di DPR RI. Sehingga DPD RI tidak hanya sekedar menghasilkan ratusan usulan RUU tanpa berhasil menjadikan RUU itu sebagai Undang-undang.

Namun jalan kearah itu tampaknya memang tidak mudah meskipun sudah dikuatkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 92 Tahun 2012 dan No 79 Tahun 2014. Agak sulit membayangkan DPR RI akan mau memberikan kewenangan yang lebih kepada lembaga lain. Apalagi lembaga itu dilahirkan untuk mengimbangi kekuasaan mereka dalam bidang legislatif. DPR RI saat ini dalam kondisi yang sangat menikmati kewenangan mereka sehingga sistem demokrasi kita mendapat julukan legislatif heavy.

Amandemen akan mudah dilakukan bila wakil rakyat kita bersama partai politik di DPR RI memiliki pemahaman yang sama tentang perlunya sistem bikameral yang kuat untuk bangsa dan negara. Bila pemahaman itu ada maka saya yakin ada harapan untuk memperkuat kewenangan DPD RI.

Namu, melihat realitas yang berjalan selama ini saya justru pesimis hal ini akan terjadi. Bila DPR RI dan pemerintah memang menginginkan DPD RI menjadi kuat maka amandemen seharusnya sudah terjadi sejak tahun 2014 sesudah keputusan MK. Dengan kondisi ini maka pilihan kedua sangat logis yakni membubarkan DPD RI.

Tidak ada gunanya kita mempertahankan lembaga yang minim sekali kewenangan hanya demi terlihat seolah-olah bikameral namun tak memiliki kuasa yang dibutuhkan untuk memperjuangkan amanat rakyat dan daerah. Menjadi ada tanpa berarti apa-apa itu bukanlah niat awal kita melahirkan DPD RI. Oleh karena itu, saya berpendapat kalau tidak diperkuat maka lebih baik DPD RI dibubarkan saja.

Facebook Comments
Komentar Facebook