Belum Final, Pantau Terus Naskah Omnibus Law

 Belum Final, Pantau Terus Naskah Omnibus Law

Ada kawan lama, Nidjiholic namanya Bhontot, ia bekerja sebagai buruh. Beberapa waktu sebelum disahkan, ia bertanya soal Omnibus Law. Apakah betul jika disahkan akan ada “PHK besar-besaran, Cuti Melahirkan dihapus, THR dihilangkan, Family Gathering dihilangkan, Bonus nggak ada, lalu tidak ada sanksi bagi perusahaan kalau melakukan PHK sepihak?”

Lalu ia cerita dirinya diajak bergabung demo besar tiga hari menolak Undang-Undang Cipta Kerja. Bagi saya menyampaikan aspirasi termasuk melalui demonstrasi adalah hak semua warga negara, dijamin oleh konstitusi dan itu adalah bagian dari demokrasi. Saya berpesan kepada Bhontot: “Ingat anak dan suami di rumah. Kalau ikut demo pakai masker dan jaga kesehatan karena sekarang sedang pandemi“.

Kita punya demokrasi dan tentu menghargai penyampaian aspirasi dalam bentuk apapun, tapi perusakan fasilitas publik yang terjadi dalam aksi Kamis (8/10) lalu tidak bisa dibenarkan. Fasilitas umum itu milik kita, bayangkan apa yang akan terjadi pada kita, kawan kita, dan saudara kita yang tidak bisa lagi menunggu di Halte Bus karena dibakar, anak-anak dan adik kita tidak bisa bermain di taman karena dirusak. Kekerasan dan perusakan fasilitas umum bukan cara penyampaikan aspirasi yang tepat.

Saat ini PSI memang tidak bisa berbuat banyak karena tidak punya perwakilan di DPR Pusat. PSI tidak ikut merumuskan dan mengesahkan Omnibus Law Cipta Kerja. Di tengah proses tersebut tiba-tiba teringat jelas moment ketika Sis Grace mengumumkan bahwa PSI di 2019 belum diberikan kesempatan untuk duduk di parlement akibat jumlah suara yang belum dapat melewati Parliamentary Threshold.

Maka dalam penyusunan Omnibus Law memang PSI tidak terlibat sama sekali karena kita tidak memiliki kursi di DPR RI, barusan bukan statement ngeles lho gaes, lebih ke “andaikan” kita diberikan kesempatan di pemilu kemarin dan lolos masuk ke Parlement. Kalau kita ada di Parlemen saya yakin bro dan sis Anggota Dewan terpilih akan berusaha semaksimal mungkin menjaga jalannya perancangan Undang Undang ini dengan terbuka, mendengarkan suara elemen stake holder yang ada dan melakukan penelitian lebih dalam lagi sebelum melakukan pengesahan. Disaat saat seperti ini saya sudah membayangkan juga bro dan sis Anggota Dewan akan kencang bersuara untuk tetap memikirkan regulasi regulasi apa yang bisa kita susun bersama masyarakat menghadapi Pandemi Covid 19 dan Indonesia after Covid 19.

Kalau diberi kesempatan hadir di DPR RI kami pastikan anggota dewan kami bekerja all out melayani kepentingan rakyat. Seperti yang sudah kami buktikan lewat Fraksi PSI di Jakarta, Tangerang Selatan, dan Surabaya.

Kami terus memantau perkembangan. Mempelajari apa yang masih kurang, dan menjadi ganjalan kepada kepentingan umum dari Omnibus Law Cipta Kerja. Perlu kerjasama, saling mendengar, saling memberi usulan konstruktif, agar undang-undang ini sesuai dengan tujuannya: menyejahterakan kita semua

Yang PSI lakukan sekarang adalah melakukan penelitian lebih dalam terhadap Undang Undang yang sudah di ketok dan di sahkan ini. Kita coba simulasikan pasal pasal yang berpotensi di masa depan menjadi pasal karet yang dapat merugikan sehingga menghambat proses perbaikan bangsa dan negara kita. Tim peneliti PSI disaat ini non-stop siang dan malam melakukan penelitian ternyata terbentur juga dengan kenyataan bahwa tenyata naskah UU Omnibus law belum fix juga ( per Kamis, 8 Oktober 2020 di pukul 11:47 WIB, Kompas.com melaporkan bahwa UU Cipta Kerja Sudah disahkan, tetapi Baleg Sebut belum ada Naskah Final ).

Saya pribadi jadi khawatir bahwa draft yang beredar dan yang membuat masyarakat mengamuk adalah draft yang salah. PSI juga sangat berhati hati melangkah juga karena prinsip yang kita tetap jaga, selalu mempelajari dengan dalam setiap issue issue dan tantangan yang sedang beredar di tengah masyarakat. Kita ingin menjadi gerakan anak muda yang tetap mengedepankan nalar bukan asal berbicara dan asal posting. Bila ada pasal-pasal yang bertentangan dengan UUD sangat mungkin PSI akan ajukan judicial review ke MK. Atau bila ada pasal-pasal karet kita pastikan peraturan turunnya memberikan definisi, batasan dan penjelasan yang rinci sehingga tidak dipakai kongkalingkong oleh pelaksana di lapangan.

Saya dan PSI tidak berhenti memantau social media, media on line dan televisi disaat bersamaan juga terus menanti hasil dari para peneliti kebijakan di PSI.
Bukannya kita diam tapi beginilah cara perjuangan kami dengan kapasitas politik kami untuk Indonesia. Inilah PSI.

Semangat Solidaritas..
Giring Ganesha Djumaryo
PLT Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia.

Facebook Comments
Komentar Facebook