MENGGIRING INDONESIA

 MENGGIRING INDONESIA

Hari ini, Rabu 10 Februari 2021 saya mengantar Giring Ganesha Calon Presiden dari PSI menjalani safari politik bertajuk “Tour de Jawa”. Sampai beberapa bulan ke depan Giring akan melakukan silaturahmi ke berbagai elemen di masyarakat dalam rangka melakukan sosialisasi pencalonannya sebagai Presiden RI pada PEMILU 2024 mendatang.

Tidak sederhana meyakinkan masyarakat banyak tentang keseriusan Giring mencalonkan diri sebagai presiden. Umumnya masyarakat menanggapi pencalonannya dengan sikap tidak terlalu yakin, ragu-ragu, mempertanyakan bahkan tidak sedikit yang langsung menjatuhkan vonis “main-main”. Ini tentu tidak berlebihan jika melihat PSI sebagai kendaraan politik Giring bukanlah partai besar di Indonesia.

Saya sebagai fungsionaris PSI dan sering berkomunikasi dengan Giring ikut merasakan betapa tidak mudahnya menyampaikan duduk persoalan pencalonan presiden ini. Namun demikian sebagai salah satu orang yang dari awal sudah ikut mendengar niatan ini, saya meyakini sekaligus meyakinkan bahwa pencalonan Giring ini bukan sekedar kerjaan iseng.

Banyak yang bertanya tentang kemampuan Giring untuk memimpin Indonesia. Minimnya pengalaman politik dan tidak adanya background birokrasi menjadi argumen pemberat bagai Giring untuk menjadi calon presiden. Saya tidak menolak argument tersebut, namun saya pantas untuk balik bertanya “Kemampuan seperti apa yang diinginkan untuk bias disebut sebagai calon presiden yang layak?”.

Menurut hemat saya, kemampuan seorang presiden bukan dibutuhkan kemampuan teknis. Jika kemampuan teknis yang dibutuhkan, Sandiaga Uno pun mungkin tidak seberapa mengerti ilmu hukum, AHY pun mungkin gak paham banget soal ekonomi, Prabowo pun belum tentu menguasai soal tata negara, bahkan Pak Jokowi sekalipun saat jadi calon presiden belum tentu paham masalah pertahanan. Jadi kalau anda mencari presiden yang punya kemampuan teknis sempurna, sampai kiamat kurang dua hari orang tersebut tidak akan ketemu.

Presiden tidak perlu menguasai betul tentang teknis, namun yang lebih dibutuhkan adalah kemampuan leadership dan manajerial. Giring bukan lagi memberi janji atau visi untuk dua hal ini melainkan bukti kongkrit. Semenjak Giring memimpin PSI, partai ini mengalami lonjakan yang signifikan dalam survey-survey lembaga independen. PSI yang semula disebut Partai Nol Koma selalu menjadi partai yang naik signifikan dibawah kepemimpinan Giring.

Semenjak tampuk pimpinan PSI dipegang oleh Giring, PSI menjadi rising star perpolitikan di Indonesia. Beberapa lembaga survey menempatkan PSI dalam posisi yang signifikan dengan perolehan suara kisaran 2,5% sampai 4,8%. Hebatnya lagi, Giring mampu membawa PSI berada diatas beberapa partai lain yang sudah mapan dalam perpolitikan Indonesia. Jika memimpin PSI yang potensinya serba pas pasan saja dia mampu apalagi memimpin Indonesia yang potensinya besar dan semua ada.

Faktor lain yang sering ditanyakan adalah faktor pengalaman. Giring dinilai belum punya pengalaman apa-apa dalam dunia pemerintahan. Saya tidak menampik anggapan ini, Giring memang belum pernah jadi Bupati yang dipanggil kejaksaan, belum pernah jadi Gubernur yang diciduk KPK, belum pernah jadi anggota DPR yang dilaporkan ke Badan Kehormatan serta belum pernah jadi menteri yang direshufle karena dinilai tidak becus bekerja.

Sejarah mencatat bahwa pengalaman bukan jaminan mutu bagi seorang calon pejabat. Saat Soeharto diangkat sebagai presiden pengalaman dia lebih banyak pengalaman perang. Habibie ketika jadi presiden pengalamnnya banyak pengalaman bikin pesawat. Saat Gus Dur atau Megawati diangkat sebagai presiden juga belum mengerti betul pon kliwon nya birokrasi. Bahkan saat Sandiaga Uno jadi calon wapres jangankan pengalaman jadi menteri, jadi RT pun belum tentu pernah. Terus apa masalahnya dengan Giring sehingga diributkan pengalamannya?

Giring memang belum berpengalaman. Tapi pengalaman seperti apa yang ditawarkan orang-orang lain yang juga berkeinginan menjadi presiden? Kalau hanya pengalaman pidato ndaklik-ndaklik tanpa realisasi, pengalaman nyebar hoax tanpa sengaja didepan umum, pengalaman menyerang lawan politik tapi tiba-tiba berbalik masuk kubunya, apalagi pengalaman dipanggil KPK mending orang yang tidak berpengalaman saja yang memimpin.

Lalu cukupkah PSI menjadi kendaraan Giring menjadi calon presiden? Jawabanya sangat jelas “Tidak cukup!”. PSI yang tidak punya kursi di parlemen jelas tidak bias mengusung calon presiden. Terus masalahnya apa? Bukankah memang tidak ada satu partaipun yang bias mengusung calon presiden sendiri? Bahakan partai pemenang pemilu sekalipun tidak memenuhi syarat mengusung sendiri calonnya.

Akan ada proses politik yang panjang untuk menyusun kontestan Pilpres 2024. Sebagai partai gurem, PSI perlu jauh-jauh hari meningkatkan elektabilitas calonnya agar nantinya terhitung dalam proses politik. Hal ini disadari betul oleh Giring, karenanya dia mendeklarasikan diri dan menggalang dukungan jauh-jauh hari sebab sadar dia bukan putra mahkota yang siap menunggu warisan politik sambil main playstation.

Jadi seriuskah Giring maju sebagai calon presiden? Jawaban saya bukan hanya serius tapi sangat-sangat serius!. Giring siap menghadapi kontestasi pilpres 2024 sebagai seorang calon presiden. Bagaimana kalau ternyata menang? Jangan khawatir, dia tidak punya beban masalah apa-apa sehingga dia akan bisa menunjuk the dream team dalam kabinetnya tanpa disandera persoalan masa lalu. Bagaimana jika kalah? Dia siap kalah sesiap dia mendapatkan kemanangan. Jadi serius nggak kok siap kalah? Serius dong, hanya anda harus tahu bahwa di Indonesia ini mencari calon yang siap kalah jauh lebih sulit.

Bro Giring, layar sudah terkembang, genderang sudah ditabuh, taka ada pintu untuk berbalik arah lagi. Ada sebuah kutipan bahasa arab yang artinya “Jika kamu takut pada sesuatu maka masuklah saja, sesuangguhnya ketakutanmu pada sesuatu itu lebih menakutkan daripada sesuatu itu sendiri”.

Salam Solidaritas.

Oleh: Nanang Priyo Utomo
Juru Bicara DPP PSI

Facebook Comments
Komentar Facebook